[cs_content][cs_section parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][x_custom_headline level=”h2″ looks_like=”h2″ accent=”false” class=”cs-ta-center”]Sinau Panguripan dari Jogoyudan[/x_custom_headline][x_gap size=”10px”][x_map no_container=”true”][/x_map][/cs_column][/cs_row][cs_row inner_container=”false” marginless_columns=”true” bg_color=”hsl(0, 0%, 98%)” class=”cs-ta-justify” style=”margin: 20px auto;padding: 10px 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/2″ class=”cs-ta-center” style=”padding: 0px;”][cs_text class=”cs-ta-left” style=”padding-left: 25px;”]Kampung Jogoyudan ada di sekitar Bantaran Kali Code dan diapit oleh hiruk-pikuk Kota Yogyakarta. Kampung ini bertumbuh dan berubah sejak manusia mulai mendudukinya.

Dulunya kampung ini banyak ditinggali preman. Ada maling dan begal yang turut menghuni dan sering lari bersembunyi dari pengejaran polisi. Konon ceritanya di kampung ini kerap terjadi mereka dipukuli sampai lemas. Dan saat itu kampung ini dijuluki sebagai Ledok Lamesan.[/cs_text][/cs_column][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/2″ style=”padding: 0px;”][cs_text class=”cs-ta-left” style=”padding-left: 15px;padding-right: 15px;”]Menurut cerita warga, kampung ini pernah dijadikan tempat pemindahan makam dari sekitar Mesjid Syuhada, sehingga sering tercium bau mayat. Kemudian nama kampung ini berubah sebutan jadi Gondolayu Kidul, ‘Godolayu’ artinya bau mayat dan ‘Kidul’ artinya sisi bagian selatan.

Sampai sekitar Tahun 1951, kemudian kampung ini diberikan nama Jogoyudan.[/cs_text][/cs_column][/cs_row][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][x_image type=”circle” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Kampung-Jogoyudan-dulunya.jpg” alt=”Kampung Jogoyudan dulunya” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” style=”width: 30%;height: 30%;”][x_image type=”circle” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Kampung-Jogoyudan.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” style=”width: 35%;height: 35%;”][x_image type=”circle” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Kampung-Jogoyudan-Mandi-bersama-.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” style=”width: 27%;height: 27%;”][cs_text class=”cs-ta-left”]Warga Jogoyudan di RW.08 RT.32 mencoba mengingat apa saja yang telah berubah selama mereka hidup di kampungnya. Warga Bantaran Kali Code ini menilik apa yang dulu pernah ada tapi kemudian sekarang tidak ada. Dan sebaliknya, apa yang dulunya tidak ada namun sekarang menjadi ada.[/cs_text][x_gap size=”60px”][cs_text class=”cs-ta-center”]Warga Jogoyudan mencoba merefleksikan peta perubahan kampung di tengah kota Yogyakarta.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-dalam-perubahan.jpeg” alt=”Jogoyudan dalam perubahan” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter” style=”width: 40%;height: 40%;”][cs_text class=”cs-ta-justify”]Warga Jogoyudan menuturkan keadaan alam di sekitar lingkungan kampung mereka.
Dulunya masih ada banyak rumpun bambu, pohon rindang dan banyak jenis ikan lokal di Kali Code. Warga dulunya juga berinisisatif membuat kolam-kolam berisi ikan dan tanaman seperti Kangkung dan Jagung.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-dalam-perubahan-1.jpeg” alt=”Jogoyudan dalam perubahan alam” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter” style=”width: 60%;height: 60%;”][cs_text class=”cs-ta-justify”]Tapi sejak mulai adanya IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) dari Rumah Sakit dan Hotel dan mengarahkannya ke Kali Code, airnya sudah tidak lagi bersih sama sekali.

Warga juga mencatat perubahan infrastuktur dan ruang interaksi mereka.

Dulu ada banyak belik (sumber air) dan dibuatkan sumur lalu jadi tempat permandian bersama. Saat itu banyak anak-anak menjadikannya tempat bermain. Perempuan kerap saling bercerita saat mencuci dan mandi. Dan laki-laki juga sering mandi bareng sambil bercanda.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-dalam-perubahan-interaksi.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter” style=”width: 60%;height: 60%;”][cs_text class=”cs-ta-justify”]Warga juga sudah memiliki kamar mandi di setiap rumah. Tidak lagi ada aktifitas bersama di tempat permandian umum.
Dulu juga tanah yang lapang tanpa bangunan masih luas dan tidak menggunakan conblock. Sekarang air sulit meresap langsung ke tanah sehingga lebih mudah becek saat hujan.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-berubah-jadi-RW.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter”][cs_text]Pemerintahan Orde Baru mengubah pengelolaan kampung yang sebelumnya dalam bentuk Rukun Kampung Jogoyudan menjadi terpisah dalam beberapa kepengurusan administrasi RW. Pola ini mengubah interaksi antar warga. Muncul ego kewilayahan akibat warga satu kampung Jogoyudan sudah jarang bertemu dalam kumpulan bersama Kampung Jogoyudan.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-berubah-relasi-sosial.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter” style=”width: 60%;height: 60%;”][cs_text]Warga juga menegaskan soal sejarah kepemilikan tanah di Jogoyudan. Mereka adalah warga negara yang menetap menghidupi tanah Wedi Kengser.
Tanah Wedi Kengser ini menurut UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 Tahun 1960 adalah tanah yang berada di bawah penguasaan Negara yang terdapat disepanjang aliran sungai, dan pemanfaatannya dapat berubah – ubah sesuai dengan situasi dan kondisi perubahan alam.

Dan setelah hidup bermukim puluhan tahun warga mencatatkannya ke BPN (Badan Pertanahan Nasional), lalu kemudian diterbitkan menjadi sertifikat tanah dalam bentuk HGB dan SHM sebagai bukti kepemilikan oleh warga Jogoyudan.[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/08/Jogoyudan-dalam-perubahan-tanah.jpg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” class=”aligncenter” style=”width: 60%;height: 60%;”][cs_text]Berita lebih lanjut dari Jogoyudan:[/cs_text][x_recent_posts type=”post” count=”4″ offset=”” category=”Jogoyudan” orientation=”horizontal” no_sticky=”true” no_image=”false” fade=”false”][/cs_column][/cs_row][/cs_section][/cs_content]