[cs_content][cs_section bg_image=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Festival-kampungku-uripku.jpg” parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 200px 0px 45px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][x_custom_headline level=”h2″ looks_like=”h3″ accent=”false” class=”cs-ta-center” style=”color: hsl(173, 95%, 52%);”]Kampungku Uripku[/x_custom_headline][/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][x_map no_container=”true”][/x_map][cs_text]Kampung Ledok Tukangan dulunya banyak sekali di tinggali oleh para Tukang. Mereka adalah pekerja yang memiliki keterampilan khusus dan bermukim di Tukangan. Meskipun dulunya Tukangan juga pernah mendapat cap wilayah tinggal preman.

[/cs_text][/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section bg_image=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/09/WhatsApp-Image-2016-09-07-at-16.35.551.jpeg” parallax=”true” style=”margin: 0px;padding: 160px 0px 45px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”] [/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][cs_text]Hari ini, persoalan ruang hidup sedang menjadi hal krusial yang dihadapi oleh warga Jogjakarta. Kota ini tengah mengalami perubahan yang cukup signifikan terkait kepentingan hidup publik.

Berdasar pada data Badan Pusat Statistik dalam kurun waktu 2013-2014 telah hadir 836 hotel baru di Kota Yogyakarta, dan masih akan ada sekitar 802 hotel yang ada di Kabupaten Sleman. Isu yang berkembang, masih akan ada sekitar 106 hotel lagi yang akan dibangun di Yogyakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan hotel yang masif ini tentu saja banyak memunculkan permasalahan seperti penggusuran ruang publik, bangunan heritage dan penyedotan air tanah untuk keperluan hotel.

Masalah lain yang dihadapi Kota Yogyakarta adalah kemacetan akibat bertambahnya jumlah kendaraaan. Pertambahan kendaraan juga memunculkan perebutan ruang dengan pejalan kaki karena penggunaan trotoar sebagai lahan parkir. Semrawutnya pemasangan iklan luar ruang berupa spanduk, banner dan baliho juga turut memperiuh suasana Kota Yogyakarta. Beberapa komunitas melihat permasalahan- permasalahan di kota Yogyakarta ini semakin runyam akibat tidak adanya tata ruang yang jelas dengan melibatkan partisipasi warga. [/cs_text][x_image type=”circle” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/09/WhatsApp-Image-2016-09-07-at-16.38.21.jpeg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=”” style=”img-align: center;”][cs_text]Adapun yang paling merasakan dampak dari kerunyaman kota Jogja adalah warga yang tinggal di kampung. Jogjakarta sebagai kota terdiri dari kampung-kampung besar yang beridir di tengah-tengah kota. Kampung-kampung ini memiliki sejarahnya sendiri. Dengan desakan komersialisasi kota, maka kampung inilah yang paling merasakan dampaknya. Sebagai contoh warga Prawirotaman sangat terganggu dengan pertumbuhan hotel yang begitu pesat dan berbentuk gedung-gedung tinggi. Tak ada satu pun ruang tersisa untuk kebersamaan warga dan tempat bermain anak. Bis-bis wisatawan juga menambah keruwetan dan kebisingan di jalan kecil Prawirotaman.

Kampung yang terletak di pinggir Kali Code seperti Ledok Code dan Ledok Tukangan pun merasakan kesenjangan diantara “kemewahan” hotel dan fasilitas kota, sementara warga di Bantaran Kali masih tak terjelaskan status tanahnya serta masih minimnya fasilitas untuk kampung.

Persoalan ruang hidup tentunya bukan sekadar ruang fisik, tetapi juga ruang kreatifitas untuk kemandirian ekonomi, ruang ekspresi untuk pertumbuhan kepribadian generasi muda, ruang kebersamaan sebagai satu komunitas, dan lain-lain.

Maka mereka ditengah Jogjakarta mengangkat sebuah tema besar “Kampungku Uripku” atau “Kampungku Hidupku,” merupakan penegasan bahwa warga kampung berhak untuk mengelola ruang hidup yang sehat secara lahir dan batin serta sosial.[/cs_text][/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section bg_image=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/09/WhatsApp-Image-2016-09-07-at-16.38.22.jpeg” parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 200px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”] [/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][cs_text]SAKI bersama warga Ledok Tukangan mengerjakan karya advokasi kreatif. Mereka berusaha menggerakkan kampung yang ditengah Kota Jogja agar mendapatkan perubahan lebih baik.[/cs_text][x_video_embed no_container=”true” type=”16:9″][/x_video_embed][x_video_embed no_container=”true” type=”16:9″][/x_video_embed][cs_text]SAKI bersama warga Ledok Code mencoba merefleksikan perubahan apa yang terjadi pada kampung mereka. Ada banyak catatan yang dituturkan. Dan ada perhatian bahwa perubahan pun seharusnya warga yang bisa terlibat mengendalikan.
[/cs_text][x_image type=”none” src=”http://creativenet.cces.or.id/wp-content/uploads/2016/09/WhatsApp-Image-2016-09-07-at-18.08.43.jpeg” alt=”” link=”false” href=”#” title=”” target=”” info=”none” info_place=”top” info_trigger=”hover” info_content=””][x_custom_headline level=”h2″ looks_like=”h3″ accent=”false” class=”cs-ta-center”]FIlm Kampungku Uripku[/x_custom_headline][x_recent_posts type=”post” count=”1″ offset=”” category=”Film dari Tukangan” orientation=”horizontal” no_sticky=”true” no_image=”false” fade=”false”][cs_text]SAKI juga ikut terlibat dalam pameran bertajuk Lumbung Kehidupan. Catatan reflektif bersama disatukan dalam sebuah buku.[/cs_text][/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/2″ style=”padding: 0px;”][cs_text]Berita lebih lanjut dari Ledok Tukangan:[/cs_text][x_recent_posts type=”post” count=”4″ offset=”” category=”Ledok Tukangan” orientation=”vertical” no_sticky=”true” no_image=”false” fade=”false”][/cs_column][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/2″ style=”padding: 0px;”][x_share title=”Berbagi untuk semua” share_title=”” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true” linkedin=”true” pinterest=”true” reddit=”true” email=”true” email_subject=”Mulai berbagi dari sini, memulai solidaritas!”][/cs_column][/cs_row][/cs_section][cs_section bg_color=”hsl(0, 0%, 0%)” parallax=”false” style=”margin: 0px;padding: 45px 0px;”][cs_row inner_container=”true” marginless_columns=”false” style=”margin: 0px auto;padding: 0px;”][cs_column fade=”false” fade_animation=”in” fade_animation_offset=”45px” fade_duration=”750″ type=”1/1″ style=”padding: 0px;”][cs_text style=”color: white;font-size: 15px;”]Ditulis oleh: Anang (Warga Tukangan)
Ilustrasi: Tono
Video Klip: Ade Tanesia
Poster: Enka NK[/cs_text][/cs_column][/cs_row][/cs_section][/cs_content]